Teringat
beberapa waktu lalu, seorang teman datang padaku dan menyampaikan rasa suka
citanya.
“Alhamdulillah, seneng banget
gue... akhirnya di tahun ini gaji gue naik lho ri, emang rezeki ga kemana ...” Terlihat
jelas air muka yang berseri-seri.
Memang
tak ada yang salah dengan ungkapan suka cita di atas, akan tetapi mari kita
kaji secara lebih jauh. Lebih tepatnya bukan pada contoh kasus di atas, banyak
dan lebih banyak lagi terjadi pada diri dan sekitar kita.
Disadari
atau tidak, yang terjadi pada diri kita dan sekitar kita selama ini adalah
seolah mendefinisikan bahwa rezeki itu adalah hanya dalam bentuk uang atau
materi. Kita seolah menganggap bawah Allah melimpahkan rezekinya kepada kita,
ketika kita berlimpah dan berkecukupan uang atau materi. Ketika kita tidak
pernah kekurangan apapun, ketika kita mampu memenuhi segala kebutuhan kita
karena tersedianya materi. Bahkan ketika seorang miskin pun mampu tersenyum dan
bahagia karena rezeki berupa uang yang diterimanya dari hasil bekerja atau dalam
bentuk zakat dan sedekah.
Dan
yang lebih memprihatinkan adalah ketika dengan terang-terangan kita meminta
kepada Allah dalam doa kita, memohon rezeki dengan penafsiran yang dangkal
berupa berlimpahnya harta dan kekayaan. Salahkah? Tentu tidak, namun yang perlu
kita garis bawahi adalah definisi rezeki yang dimaksud.
Ketika
dari awal diri kita hanya membuat kotak definisi rezeki itu adalah sebatas
materi, maka secara otomatis dunia ini hanya akan berukuran dan berbentuk kotak
tersebut. Sehingga siapa saja yang ada di dalam kotak tersebut akan merasa
sempit dan dangkal. Karena sudah jelas materi hanya sebagian kecil dari rezeki
yang Alloh anugerahkan kepada makhluknya.
Padahal
bila kita cermati dan kaji lebih dalam, definisi rezeki itu sangatlah luas,
meliputi seluruh karunia Allah yang tanpa batas dan jelas tak dapat kita hitung
tentunya.
Banyak
dari diri kita lalai dalam menyadari hal ini. Tak usah jauh kita mencari kamus
untuk mendefiniskan rezeki yang sesungguhnya, tengoklah diri kita dan seluruh
yang ada pada diri kita. Pernahkah kita mampu untuk mengatur proses udara yang
kita hirup, pernahkan kita mampu mengendalikan proses kerja jantung dan aliran
darah kita, pernahkah kita sedikit saja memikirkan semua yang kita lihat, yang
kita dengar, yang kita rasakan atas semua indera yang kita miliki. Jika bukan
rezeki lalu akan kita definisikani apa itu semua.
Bahkan
dari sekian rezeki yang sering dilupakan oleh manusia bahkan oleh kita yang
notabene mengaku beriman adalah adanya rezeki luar biasa berupa kesehatan,
waktu atau kesempatan, dan yang sangat luar biasa adalah adanya rezeki iman dan
islam.
Karena
tidak semua orang dikaruniakan keislaman. Bahkan di luar sana banyak sekali
orang-orang yang berjuang demi keislamannya dengan bertaruh dengan jiwa dan
raganya, jauh berbeda dengan kita yang sejak lahir, bahkan keluarga besar kita
adalah muslim. Inilah rezeki yang sering kita abaikan.
Manusia
seringkali mencemaskan dan mengejar yang telah Allah jaminkan atas dirinya
dibanding bersusah payah mengejar sesuatu yang belum jelas untuk dimilikinya.
Apa yang sudah jelas itu, yaitu ketetapan rezeki penghidupan, jodoh, dan
kematian. Sedangkan yang belum tentu jadi milik dirinya adalah keberkahan dari
rezekinya, keshalehan diri dan pasangannya kelak/keluarganya, keselamatan diri
sebelum dan setelah melalui proses
kematiannya.
Bahkan
Allah sampai 31 kali mengingatkan kita dengan firmannya :
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?”
QS Ar-Rahman. (QS.55)
Adakah kita
bersyukur atas semua rezeki itu, atau hanya terpentok simbol angka – angka
semata ???
Maka inilah
janji Allah dalam firmannya :
“Sesungguhnya jika (kamu) bersyukur
pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari
(nikmat-KU) maka sesungguhnya azab-KU akan sangat pedih".
(QS.
Ibrahim ayat 7)
Maka kita jangan merasa heran, bila banyak manusia yang tidak pernah
puas dengan apa yang telah dimilikinya, karena ia menilai semua itu hanya
berdasarkan kotak yang bernama materi. Kesempitan, keserakahan bahkan kekufuran
adalah bagian yang dihasilkan dari pemikiran dangkal tentang rezeki yang
disama dengankan MATERI.
Mari kita berfikir dan mengolah potensi iman kita untuk semakin tajam
menilai dan mensyukuri karunia Allah SWT, bahwasannya bukan sekedar kotak
materi semata.
Semoga bermanfaat ... :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar