Rabu, 20 November 2013

Ketika Rezeki hanya Disama-dengankan Materi





Teringat beberapa waktu lalu, seorang teman datang padaku dan menyampaikan rasa suka citanya.

“Alhamdulillah, seneng banget gue... akhirnya di tahun ini gaji gue naik lho ri, emang rezeki ga kemana ...” Terlihat jelas air muka yang berseri-seri. 

Memang tak ada yang salah dengan ungkapan suka cita di atas, akan tetapi mari kita kaji secara lebih jauh. Lebih tepatnya bukan pada contoh kasus di atas, banyak dan lebih banyak lagi terjadi pada diri dan sekitar kita.

Disadari atau tidak, yang terjadi pada diri kita dan sekitar kita selama ini adalah seolah mendefinisikan bahwa rezeki itu adalah hanya dalam bentuk uang atau materi. Kita seolah menganggap bawah Allah melimpahkan rezekinya kepada kita, ketika kita berlimpah dan berkecukupan uang atau materi. Ketika kita tidak pernah kekurangan apapun, ketika kita mampu memenuhi segala kebutuhan kita karena tersedianya materi. Bahkan ketika seorang miskin pun mampu tersenyum dan bahagia karena rezeki berupa uang yang diterimanya dari hasil bekerja atau dalam bentuk zakat dan sedekah. 

Dan yang lebih memprihatinkan adalah ketika dengan terang-terangan kita meminta kepada Allah dalam doa kita, memohon rezeki dengan penafsiran yang dangkal berupa berlimpahnya harta dan kekayaan. Salahkah? Tentu tidak, namun yang perlu kita garis bawahi adalah definisi rezeki yang dimaksud.

Ketika dari awal diri kita hanya membuat kotak definisi rezeki itu adalah sebatas materi, maka secara otomatis dunia ini hanya akan berukuran dan berbentuk kotak tersebut. Sehingga siapa saja yang ada di dalam kotak tersebut akan merasa sempit dan dangkal. Karena sudah jelas materi hanya sebagian kecil dari rezeki yang Alloh anugerahkan kepada makhluknya.

Padahal bila kita cermati dan kaji lebih dalam, definisi rezeki itu sangatlah luas, meliputi seluruh karunia Allah yang tanpa batas dan jelas tak dapat kita hitung tentunya.

Banyak dari diri kita lalai dalam menyadari hal ini. Tak usah jauh kita mencari kamus untuk mendefiniskan rezeki yang sesungguhnya, tengoklah diri kita dan seluruh yang ada pada diri kita. Pernahkah kita mampu untuk mengatur proses udara yang kita hirup, pernahkan kita mampu mengendalikan proses kerja jantung dan aliran darah kita, pernahkah kita sedikit saja memikirkan semua yang kita lihat, yang kita dengar, yang kita rasakan atas semua indera yang kita miliki. Jika bukan rezeki lalu akan kita definisikani apa itu semua.

Bahkan dari sekian rezeki yang sering dilupakan oleh manusia bahkan oleh kita yang notabene mengaku beriman adalah adanya rezeki luar biasa berupa kesehatan, waktu atau kesempatan, dan yang sangat luar biasa adalah adanya rezeki iman dan islam.
 
Karena tidak semua orang dikaruniakan keislaman. Bahkan di luar sana banyak sekali orang-orang yang berjuang demi keislamannya dengan bertaruh dengan jiwa dan raganya, jauh berbeda dengan kita yang sejak lahir, bahkan keluarga besar kita adalah muslim. Inilah rezeki yang sering kita abaikan.

Manusia seringkali mencemaskan dan mengejar yang telah Allah jaminkan atas dirinya dibanding bersusah payah mengejar sesuatu yang belum jelas untuk dimilikinya. Apa yang sudah jelas itu, yaitu ketetapan rezeki penghidupan, jodoh, dan kematian. Sedangkan yang belum tentu jadi milik dirinya adalah keberkahan dari rezekinya, keshalehan diri dan pasangannya kelak/keluarganya, keselamatan diri sebelum dan  setelah melalui proses kematiannya.

Bahkan Allah sampai 31 kali mengingatkan kita dengan firmannya :

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” 
QS Ar-Rahman. (QS.55)

Adakah kita bersyukur atas semua rezeki itu, atau hanya terpentok simbol angka – angka semata ???

Maka inilah janji Allah dalam firmannya :

“Sesungguhnya jika (kamu) bersyukur pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-KU) maka sesungguhnya azab-KU akan sangat pedih". 
(QS. Ibrahim ayat 7)

Maka kita jangan merasa heran, bila banyak manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya, karena ia menilai semua itu hanya berdasarkan kotak yang bernama materi. Kesempitan, keserakahan bahkan kekufuran adalah bagian yang dihasilkan dari pemikiran dangkal tentang rezeki yang disama dengankan MATERI.

Mari kita berfikir dan mengolah potensi iman kita untuk semakin tajam menilai dan mensyukuri karunia Allah SWT, bahwasannya bukan sekedar kotak materi semata.
Semoga bermanfaat ... :)









Tidak ada komentar:

Posting Komentar